Mudik Kelinci
Menderita di sini sebenarnya dapat diartikan dua hal. Pertama, terkurung dalam mobil sempit tanpa bisa melakukan apa-apa kecuali ngobrol, mendengarkan lagu, dan tidur. Nggak bisa membaca, apalagi menulis. Kedua, harus menghadapi kondisi jalan yang menyebalkan. Naik turun yang bikin mual, serta jalanan tidak mulus yang membuat saya mengira saya pulang kampung naik bajaj.
Dan yang saya alami adalah dua-duanya.
Perjalanan menuju Yogyakarta melalui jalur selatan itu luar biasa menderita. Ayah saya yang merasa dirinya membawa mobil F-1, berlari cukup kencang. Nggak masalah sih kalau jalanan rata. Tapi masalahnya, jalanannya seperti permukaan bulan. Bahkan saking bergelombangnya, saat saya menengok ke belakang dan mengamati dua mobil yang saling menyalip, saya seperti melihat dua ekor kelinci saling menyalip.
Mungkin mata saya yang silap. Lantaran seringkali gara-gara jalanan yang nggak mulus, kepala saya terhantam kaca mobil. Nggak heran, saya merasa lebih bodoh saat turun. Poin IQ saya pasti turun satu, setiap kali menghantam kaca.Ugh!
Situasi yang sama saya alami saat pulang melalui Jalur Utara dan kemudian memutuskan untuk mengambil Jalur Tengah untuk menghindari macet. Hampir tidak ada jalan yang mulus kecuali jalan tol. Apa ini ya deritanya melewati jalan gratis? Tapi, sebenarnya kan gak gratis juga. Orang kita bayar pajak juga.
Jalur Utara hancur karena truk dan Jalur Tengah bergelombang hampir sama jeleknya dengan Jalur Selatan. Hanya bedanya Jalur Selatan membuat saya merasa seperti kelinci, jalur Tengah membuat saya merasa seperti kelinci yang naik roller coaster.
Meski banyak tidak nikmatnya berada di perjalanan, tetap saja perjalanan ke jawa membawa banyak kenangan. Di Semarang, saya kembali menyusuri jalanan yang kami lalui saat masih kecil. Teringat masa saya pulang dari rumah hujan-hujanan ataupun sekolah adik saya yang berhantu itu. Saat ada di jalan pandanaran, saya teringat kembali tempat saya kursus organ. Banyak memori masa kecil di Semarang. Sedang di Magelang, akhirnya saya menemukan ending kasus rumah di depan rumah nenek saya. Ada banyak yang saya dapatkan.
Seberapapun menderitanya pulang kampung, toh kita tidak akan kapok. Karena itu, mau ah pulang kampung bulan depan lagi.