Kucing Baru Dee
Setelah meninggalnya kucing terakhir gue, Momo, gue berpikiran bahwa dewa-dewa kucing sudah tidak percaya lagi untuk menitipkan kucing pada gue. Nggak bisa nyalahin juga, sih. Habis kalau dipikir, sudah cukup banyak anak kucing yang tewas di tangan gue. Resminya sih empat. Tapi kalau dihitung dengan yang hilang, itu berarti sudah enam. Haaa... i am a cat serial killer.Tapi, gue senang gue salah saat mendengar eongan yang menggelegar di depan rumah gue pada hari minggu sore. Insting berburu kucing gue langsung bangkit dan gue buru-buru lari keluar rumah.
Ternyata benar.
Seekor anak kucing teronggok di dalam kardus rusak. Masih kecil banget. Bahkan kakinya aja masih gemetar. Bulunya terdiri dari dua warna, putih sedikit kotor dan hitam keabu-abuan.
Saat gue melihatnya, gue tersenyum. Gue tahu, gue akan merawatnya. Bersama adik gue, gue memindahkan kucing itu masuk ke dalam halaman rumah. Maklum aja, setelah tragedi kematian tiga kucing, nyokap gue agak neq memelihara anak kucing. Udah capek ngedengerin teriakannya, kotoran yang sembarangan, mati lagi akhirnya.
Tapi untungnya, nyokap gue akhirnya bersedia menerima. Setelah menerima titah dari bokap gue, tentunya. Emang kasihan banget kalau dipikir. Kucing sekecil itu sudah dibuang orang. Jangankan untuk mandiri, orang makan padat aja belum bisa. Dia cuma bisa minum susu.
Untuk beberapa lama saatnya, gue sempat berharap emaknya nongol nyariin anaknya yang nggak berhenti-berhenti teriak. Mana teriakannya kenceng banget. Orang satu RT dengar semua, kali. Tapi hingga malam menjelang, si ibu nggak datang juga.
Akhirnya gue dan adik gue yang berfungsi sebagai 'ibunya'. Tiap hari ngebuatin susu buat si kucing dan nyuapin pakai pipet.
Gue sedikit takut sebenarnya. Gimana juga susu yang gue buat tuh dari sapi dan gue takut anak kucing itu nggak kuat. Diare. Tapi, alhamdulilah sejauh ini gak pa-pa.
NB:Akhirnya gue ketemu ama ama kucing betina dengan motif dan corak yang sama dengan kitten baru gue itu. Tapi begitu gue panggil, dia langsung kabur. Mungkin karena:
1. Merasa bersalah sudah menitipkan anaknya ke gue.
2. Takut dimintaiin uang pembayaran perawatan anaknya.