Piala Dunia: Efeknya Itu Lho Ke Tulisan Saya
Saya bukanlah penggemar bola fanatik. Well, emang dulu ada masa-masanya saya tergila-gila sama bola. Catat ya, permainan bola. Bukan sekedar pemain bola yang ganteng (Okay, pemain ganteng itu salah satu alasan, but not the only one gitu lho). Tapi somewhere di antara kuliah dan sekarang, kegiatan nonton bola itu terhenti. Alasannya, mungkin juga saat saya merasa Liga Italia dan Liga Inggris sudah tidak semenarik dulu lagi.Tapi piala dunia tuh emang something else. Mungkin karena hanya terjadi empat tahun sekali, atau memang karena sudah menjadi wabah dan saya hanyalah korban tidak bersalah yang tidak punya pilihan lain karena televisi saya sudah diinvasi oleh tiga makhluk asing yang mengaku sebagai ayah, dan dua adik saya. Kok tahu mereka alien? La iya. Orang tiba-tiba ketiga makhluk itu duduk terdiam di depan televisi, konsentrasi, lalu mendadak teriak ”gooooooolllll” atau sibuk maki-maki pemain atau wasit. Padahal jelas-jelas yang diteriakin itu nggak bakal dengar.
Anyway, sebagai penulis (ehm!) piala dunia itu jelas-jelas mengganggu ritme penulisan saya. Emang sih tanpa piala dunia aja, saya sudah malas setengah mampus untuk menulis. Selalu saja ada alasan yang sempurna untuk tidak menulis. Dan piala dunia, tentu saja, menyediakan alasan yang sangat sangat sempurna bagi pemalas seperti saya. Orang cuma empat tahun sekali gitu lho!
Bayangkan saja. Pulang ngantor jam setengah enam. Makan, sholat, mandi, baca berita tentang bola sudah menghabiskan waktu sampai jam 7 malam. Setengah delapan sudah nonton bola sampai jam setengah sepuluh. Kapan mau nulisnya? Belum lagi kalau pertandingan berikutnya habis atau niat mau nonton pagi. Dooooooh........!
Lucunya, ide saya seperti tidak peduli keberadaan piala dunia. Dia terus saja bekerja. Ngasih saya ide macam-macam sementara kesadaran saya tuh pengennya nonton bola. Bahkan saya dapat ide baru untuk cerber Femina walaupun sampai detik ini saya belum mendapatkan formulirnya lantaran Femina nggak rajin majang formulirnya di setiap penerbitannya. Akhirnya saya memakai jalan tengah. Menulis sambil nonton bola.
Efeknya? Ide cuma tersalurkan setengah halaman karena saya sudah teralihkan oleh tontonan di televisi. Dan saya ikut berteriak bersama ketiga alien penghuni rumah saya, ”Goooollllllll!”