Setahun Ngeblog
Selama setahun ini banyak banget kejadian yang saya alami. Dan saat saya kembali membacanya, ah.... saya hampir lupa akan kejadian-kejadian itu. Mulai dari kekesalan saya saat dipaksa menjadi SPG di Pesta Buku Jakarta, ketergila-gilaan saya kepada Cillian Murphy dan Marty Casey (sampai sekarang masih kok), hingga keberhasilan saya menorehkan sejarah menyelesaikan novel yang berakhir dengan kegagalan total di Lomba Mengarang Grasindo.
Saya tersenyum melihat itu semua.
Saya baru sadar saya punya kehidupan yang menyenangkan. Not too great for some people, but nice enough to be thankful to the Lord above.
Makasih, Allah.
Makasih, my dear family.
Makasih, fellow bloggers and visitors.
Temani saya sampai setahun ke depan lagi, ya.
posted by dee @ 7:28 PM
Tuesday, June 27, 2006 Hari ini saya membaca berita tentang teman saya yang berhasil (sekali lagi) menerbitkan buku. Ollie (lihat linknya di side bar saya), teman seperjuangan saya dulu di
posted by dee @ 8:03 PM
Monday, June 26, 2006
posted by dee @ 6:06 PM
Tuesday, June 20, 2006
posted by dee @ 1:12 AM
Tuesday, June 13, 2006
posted by dee @ 8:33 PM
Tuesday, June 06, 2006
posted by dee @ 12:01 AM
Thursday, June 01, 2006
posted by dee @ 7:42 PM
Saat Rekanmu Berhasil Membuat Novel Baru dan Membuatmu Seperti Seorang Pecundang Besar
In the Memory of Momo
Biasanya, saya harus memanggil berkali-kali hingga akhirnya saya menyerah dan masuk pintu. Pada saat itulah biasanya saya nyaris menginjak sebuah benda hitam kecil berbulu, kucing saya. Matanya yang bulat akan langsung memandang saya dan mengeong minta makan. Lalu saya akan membuka pintu rumah dan bertanya pada siapapun yang sama temukan.
"Emang kucingnya belum dikasih makan?”
"Udah! Itu kucing sudah dikasih makan pagi, siang, sore!"
"Tapi kok masih ngeong-ngeong?"
"Dia sih berapa kali dikasih makan masih ngeong terus!"
Meskipun sudah diwanti-wanti oleh orang rumah, tetap saja saya tidak tega. Saya tetap saja mencuili sisa ayam dalam sup atau mencuri-curi waktu untuk menyelundupkan sedikit friskies. Nasib saya paling sial paling hanya diteriakin, "Hayo! Ngambil buat Momo, kan?" atau "Udah! Kucingnya nggak usah dikasih makan lagi!" Apapun tegurannya, jawaban saya hanya satu, senyum yang luar biasa lebar.
Tapi, kesenangan saya ini terhenti ketika Sabtu kemarin, saat saya pulang dari kantor, saya menemukan anomali.
Ia tidak merespon panggilan saya.
Betapapun seringnya saya memanggil namanya, ia tidak keluar. Tidak ada gulungan hitam. Tidak ada bunyi lonceng dari kalung yang dipasang oleh adik saya di leher. Lebih mengherankan lagi, kardus tempat tidurnya telah dibersihkan dan dikeringkan sementara tempat makan dan minumnya sudah tidak ada.
Pada saat itulah, saya tahu ada sesuatu yang salah.
Mendadak, saya teringat akan mimpi saya semalam. Saya bermimpi menggandeng bocah laki-laki kecil berambut hitam dengan pakaian hitam. Kami berjalan bersama hingga satu titik bocah itu memakan sebuah semangka dan meninggal. Perasaan saya sangat sedih ketika bangun.
Adik membuka pintu rumah saya dan menggugah pikiran saya.
"Momo sudah meninggal, ya," tebak saya sebelum dia sempat berkata.
"Ya," katanya.
Saya sudah tahu itu jawabannya, tapi tetap saja saya merasa ada lubang terbentuk di dalam hati saya.
"Kapan?"
"Tadi pagi. Jam sembilan."
Jam sembilan. Pada saat itu saya sedang asyik-asyiknya browsing internet di kantor sementara kucing saya sekarat.
"Tadi pagi saja dia sudah kepayahan, mbak. Sudah nggak mau makan. Aku sudah bilang, Momo bertahan hidup ya. Jangan mati. Dan dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk hidup. Tapi wajahnya akhirnya terlihat lelah. Ia ingin istirahat. Waktu kutinggal ke dalam sebentar untuk ngambil makanan, tubuhnya sudah kaku."
Saya terdiam untuk sesaat. Saya bukan hanya merasa sedih, tapi juga merasa sangat bodoh. Mendadak saya berada di dalam ruangan dalam dramanya The Importance of Being Earnest karya Oscar Wilde dengan tokohnya, Lady Bracknell menyindir saya,"Kehilangan satu kucing adalah sebuah kemalangan. Tapi kehilangan tiga kucing, adalah kecerobohan!" *)
Dan itulah yang saya rasakan. Saya ceroboh. Saya tidak bisa mengurus tiga ekor anak kucing dengan baik sehingga akhirnya saya kehilangan tiga-tiganya. Mereka menambah daftar kucing-kucing saya yang telah pergi.
Saya belajar dengan cara yang pahit bahwa mengurus makhluk hidup bukanlah hal yang mudah. Bahwa mengurus makhluk hidup tidaklah cukup dengan makan dan minum saja. Bahwa mereka adalah makhluk yang rumit yang harus diurusi segalanya: ke mana mereka bermain, di mana mereka tidur, bagaimana kalau nanti turun hujan, apakah mereka sehat-sehat saja. Saya juga belajar bahwa mungkin saya belum cukup baik untuk menjadi seorang ibu. Bahkan mungkin saya adalah ibu yang seperti dikatakan Lady Bracknell, ceroboh. Kasarnya, orang ngurus kucing aja mati, apalagi ntar ngurus bayi? Haah... Semoga saya tidak mengambil kesimpulan terlalu jauh.
Sekarang, saat saya pulang dari kantor, saya seringkali tergoda untuk memanggil namanya dan berharap ada makhluk hitam kecil yang berlari-lari datang atau menutupi jalan masuk saya dengan tubuhnya. Saya berharap kepergiannya tak lebih dari mimpi buruk dan saat bangun saya masih bisa melihat tampang jeleknya. Ah, saya benar-benar merindukan makhluk itu. Setidaknya, sampai saya menemukan penggantinya.
*) Dalam cerita aslinya, Lady Bracknell berkata pada Jack Worthing, "To lose one parent, Mr. Worthing, may be regarded as a misfortune; to lose both looks like carelessness."
Piala Dunia: Efeknya Itu Lho Ke Tulisan Saya
Saya bukanlah penggemar bola fanatik. Well, emang dulu ada masa-masanya saya tergila-gila sama bola. Catat ya, permainan bola. Bukan sekedar pemain bola yang ganteng (Okay, pemain ganteng itu salah satu alasan, but not the only one gitu lho). Tapi somewhere di antara kuliah dan sekarang, kegiatan nonton bola itu terhenti. Alasannya, mungkin juga saat saya merasa Liga Italia dan Liga Inggris sudah tidak semenarik dulu lagi.
Tapi piala dunia tuh emang something else. Mungkin karena hanya terjadi empat tahun sekali, atau memang karena sudah menjadi wabah dan saya hanyalah korban tidak bersalah yang tidak punya pilihan lain karena televisi saya sudah diinvasi oleh tiga makhluk asing yang mengaku sebagai ayah, dan dua adik saya. Kok tahu mereka alien? La iya. Orang tiba-tiba ketiga makhluk itu duduk terdiam di depan televisi, konsentrasi, lalu mendadak teriak ”gooooooolllll” atau sibuk maki-maki pemain atau wasit. Padahal jelas-jelas yang diteriakin itu nggak bakal dengar.
Anyway, sebagai penulis (ehm!) piala dunia itu jelas-jelas mengganggu ritme penulisan saya. Emang sih tanpa piala dunia aja, saya sudah malas setengah mampus untuk menulis. Selalu saja ada alasan yang sempurna untuk tidak menulis. Dan piala dunia, tentu saja, menyediakan alasan yang sangat sangat sempurna bagi pemalas seperti saya. Orang cuma empat tahun sekali gitu lho!
Bayangkan saja. Pulang ngantor jam setengah enam. Makan, sholat, mandi, baca berita tentang bola sudah menghabiskan waktu sampai jam 7 malam. Setengah delapan sudah nonton bola sampai jam setengah sepuluh. Kapan mau nulisnya? Belum lagi kalau pertandingan berikutnya habis atau niat mau nonton pagi. Dooooooh........!
Lucunya, ide saya seperti tidak peduli keberadaan piala dunia. Dia terus saja bekerja. Ngasih saya ide macam-macam sementara kesadaran saya tuh pengennya nonton bola. Bahkan saya dapat ide baru untuk cerber Femina walaupun sampai detik ini saya belum mendapatkan formulirnya lantaran Femina nggak rajin majang formulirnya di setiap penerbitannya. Akhirnya saya memakai jalan tengah. Menulis sambil nonton bola.
Efeknya? Ide cuma tersalurkan setengah halaman karena saya sudah teralihkan oleh tontonan di televisi. Dan saya ikut berteriak bersama ketiga alien penghuni rumah saya, ”Goooollllllll!”
Paper Doll Online
Anyway, Itu salah permainan kesayangan gue waktu gue SD. Maklum biar waktu itu Barbie udah ada, harga Barbie itu mahaaaaaaaal banget. Nyokap gue aja cuma mampu beli tiruannya Barbie.
Nah, paper doll ini salah satu pelampiasan gue buat main. Mamang-mamang jualan mainan di dekat sekolah gue selalu jual. Harganya aja waktu itu kalau gak salah Rp 50,00. Dan gue seneng banget waktu itu sampai punya koleksi banyak banget. Ya tentu aja duit jajan gue juga selalu habis buat ini. Apalagi kalau mamang-mamang jualannya bawa banyak banget model terbaru. Kayaknya pada masa itu gue lebih senang gak beli permen atau snack daripada gak beli paper doll itu (dulu istilahnya bongkar pasang or something deh).
Dua puluh tahun sudah berlalu sejak zaman itu dan gue nggak sangka di dunia maya gue dapat menemukan sejenis paper doll itu (online tentu saja). Istilahnya adalah Dollmaker.
Pokoknya ketik aja di google dan kamu pasti dapat berbagai macam link untuk membuat gambar doll.
Tapi di antara semua jasa pembuat dollmaker, inilah favorit gue.
http://elouai.com/doll-makers/new-dollmaker.php
Soalnya dengan beberapa kali klik, kita bisa membuat gambar boneka yang kawaiiii abis. Doh, saking kecanduannya, gue pernah seharian gak kerja. Abis enak sih ngeganti ganti baju, ngeganti model rambut, assesoris, muka, dan sebagainya. Cuma bedanya ini online aja. Udah gitu bisa animated lagi. Sayang, gak bisa dipasang di sini, soalnya nggak boleh pake javascript or CSS. ^_^
Ini beberapa paper doll yang gue buat. Sekalian untuk karakter di cerita gue.
Bawalah Kucing dengan Baik dan Benar
Ada banyak cara membawa kucing.
Tapi ini, bukan salah satu cara yang dibenarkan oleh DKKBS (Dewan Keselamatan Kucing se Bima Sakti)
Dee is Wolverine
Yang ditunggu-tunggu di X-Men siapa? Ya tentu saja Hugh Jackman alias Wolverine. Sebenarnya sih gue mengharapkan bakal ada tokoh Gambit, tapi hu..hu..hu... sial! Nggak ada!
Anyway, meski sedikit kecewa, kerinduan gue akhirnya terobati juga. Senang bisa ngeliat kucing, eh serigala satu itu mencakar-cakar orang. He..he... Anak-anak (penghuni divisi kerajaan sebelah, I mean) malah pada bercanda-canda. Kalau misalnya bisa milih kekuatan, pada milih yang mana?
Kiki pengen yang bisa pindah-pindah cepet banget itu. Katanya biar bisa nyelesain tugas dari maminya. Huee... nggak mikir apa? Kalau dia bisa menyelesaikan tugas lebih cepat, dijamin dia juga bakal dapat jatah kerja jauh lebih gede juga. Si Okta sih pengennya punya kekuatan buat nembus tembok. Iya, biar bisa menghindari maminya.
Kalau gue sih kalau punya kekuatan super sih gue cukup punya dua kekuatan aja: kekuatan buat ngebaca isi pikiran orang ama kekuatan buat pindah tempat. Misalnya: pas bos gue gak ada, gue langsung teleport ke Paris. Nah, pas kira-kira bos gue balik dan nyariin gue (kan gue bisa baca pikiran tuh), langsung deh gue balik ke kantor. ^_^ Lagipula punya kekuatan baca isi pikiran orang kan asyik, tuh. Gue bisa dapat banyak ide cerita dan gak ada yang nuduh gue plagiat.
Oh, ya. Abis nonton X-men, kebetulan gue ngeliat ada kuis Blogthings tentang X-Men. Dooo..... kebetulan banget. Dan saat diisi ternyata jawabannya apa?You Are Wolverine
Small but fierce, you're a great fighter.
Watch out! You are often you're own greatest enemy.
Powers: Adamantium claws, keen senses, the ability to heal quickly