Saat Bos Mengkritik
Tahun ini adalah tahun yang penuh kritik terhadap gue (atau lebih tepatnya pada produk buku yang gue hasilkan). Mungkin karena sebelum gue kelimpahan pekerjaan baru ini, jenis buku yang gue pegang ini emang selalu jadi sorotan Mr. Encip (Mr. Editor in Chief) lantaran hasil penjualannya 'dianggap' kalah ama produk pesaing. Alhasil, ketika gue memegang buku ini, sorotan itu beralih ke gue.
Pagi ini, Mr. Encip mendatangi divisi gue dan mengkritik buku penulis gue yang sebenarnya gue tahu memang isinya adalah samp**. Tapi apa boleh buat, justru si samp** ini yang ditunggu pemasaran. Dia nggak ngomong secara spesifik, tapi gue tahu dia kecewa sama isi buku yang gue tangani (ya sama dong dengan saya, pak! Memangnya nggak makan hati apa tiap hari ngerjain buku seperti itu).
Gue tahu maksudnya si Mr. Encip ini baik. Dia pengen kualitas buku makin bagus. Tapi sejujurnya, gue sendiri nggak tahu gimana caranya. Gue udah cape' ngasih nasihat pada penulis yang masuk telinga kiri terus mantul lagi.
Gue bisa aja ngasih sejuta ide revolusioner buku dengan mengcopy (kasarnya begitu) buku sejenis dari luar. Tapi sekali lagi, buat apa kalau:
gue nggak yakin bisa menemukan penulis yang dapat mengeksekusi pemikiran gue.
masyarakat tampaknya belum bisa menerima ide gue (alias yang beli juga bakal sedikit)
misalnya gue yang nulis, gue nggak bakal dapat royalty juga. Amit-amit. Mendingan gue terusin novel gue.
Gue bukan anti kritik. Gue selalu welcome dengan kritik. Tapi (mengutip istilah politik luar negeri AS) tatkala gue selalu mendapat tongkat dan nggak pernah dapat wortel, hal ini menjadi sangat menyebalkan.
Labels: Critics