Kejutan di Hari Rabu
Hari ini mendadak Mr. H, the editor-in-chief, datang ke meja gue. Dua kali, malah. Ini adalah anomali. Keajaiban Dunia. Atau sebenarnya bisa dikatakan kejadian langka. Sama langkanya dengan komet Halley melintasi bumi. Ya, kira-kira begitulah.Alasan pertama beliau ke meja gue sih alasan standar, mengembalikan paper yang sudah ditandatangi. Biasalah itu.
Nah yang kedua ini yang nggak biasa. Beliau ngasih amplop dari penulis.
Oke. Sebelumnya harus gue kasih tahu kalau sebenarnya biasa aja tiap tahun penulis ngasih bonus ke editornya melalui Mr. Chief. Jumlahnya tentu aja suka-suka penulis. Namanya juga bonus. Yah, pokoknya bisalah buat modal kawin. Lho?
Yang nggak biasa adalah perasaan gue sendiri ketika menerima bonus itu. Padahal tahun lalu gue juga menerima bonus. Tapi tahun ini... it's really pissed me off.
Bukan soal nilainya. Sekali lagi, namanya juga bonus. Dikasih syukur, nggak dikasih keterlaluan. Gyahahahaha... nggak, ding.
Mungkin yang terjadi pada diri gue ketika membuka amplop itu adalah semacam terbukanya mata gue. Kalau mereka (penulis) bisa ngasih bonus segitu, berapa coba royalti yang mereka terima? Istilahnya seperti orang makan di restoran dan loe ngasih tips ke pelayannya. Jumlahnya pasti sepantasnya sesuai dengan jumlah nilai yang loe makan. Gitu nggak sih? Yah, paling gak kalau gue ngasih tips sih gitu. Yang coba gue katakan adalah gak mungkin kan loe ngasih segitu kalau loe gak dapat lebih dari itu?
Dan mereka bisa dapat royalti segitu gede bukan karena kerja keras mereka, tapi karena kerja keras gue. Gue yang pontang panting memperbaiki naskah mereka, ngejar-ngejar orang produksi sekaligus dikejar-kejar orang pemasaran. Mereka tuh istilahnya cuma nyerahin naskah, nunggu buku dicetak, terus nunggu royalti. Don’t they know that there’s a painful process in between?
Perasaan ini yang membuat gue berpikir panjang setelah menerima amplop. Apa yang gue lakukan selama ini di tempat ini? Kenapa gue masih aja mau di tempat ini dan jadi editor sementara gue mungkin bisa dapat lebih kalau jadi penulis? *Jeduk-jedukin kepala ke monitor kantor. Biarin. Bukan punya gue ini.*
Gosh! I really should stop hurting myself.