Kreativitas yang Patah
Suatu siang, karena tuntutan pekerjaan, saya dan rekan kerja satu divisi harus bertemu dengan rekan kerja dari divisi lain yang sebelumnya memang tidak terlalu sering bekerja sama dengan saya. Ia adalah seorang cover designer dan terus terang memang selama ini saya tidak pernah cocok dengan cover buatannya. Saya memang bukan orang desain, tapi saya tahu kok kalau desainnya tidak bagus, paling tidak untuk standar saya.Setiap kali saya mengkritisi pekerjaan dia, dia hanya, "Hmm...Hmmm..." dengan wajah seperti saya baru saja menimpakan sepuluh lemari di atas kepalanya.
Tapi saat siang itu saya bertemu dengannya untuk mengkritisi hasil pekerjaannya, saya terkejut atas respon yang ia berikan.
Saat saya mengatakan,
"Jangan kotak-kotak begini dong, kan kesannya kaku."
Ia justru mengatakan.
"Lah di sini kan semuanya terkotak-kotak."katanya dengan cuek.
Saya terkejut mendengar jawaban seperti itu. Saya berharap ia membela desainnya, menjelaskan kenapa ia mendesain seperti itu. Lalu saat saya memberikan contoh cover buku dari luar negeri, ia justru berkata,
"Lah kenapa nggak dari kemarin-kemarin."
"Lho kan supaya mas bisa kreatif memikirkan cover."
"Lah ngapain kreatif di sini. Rugi."
Saya sedih melihat dia begitu tidak peduli pada masukan kami, tapi saya lebih terkejut saat mendengar bagaimana dia begitu tidak peduli dengan hasil karyanya sendiri. Sejak awal memberi job, saya memposisikan diri saya sebagai pekerja seni yang tidak mau diatur secara detil. Kalau saya jadi dia, saya hanya ingin diberi garis besarnya dan biarkan saya berkreasi.
Saya tidak ingin mendikte dia seperti layaknya mandor kepada buruh. Tapi yang terjadi adalah ia seperti sengaja merubah dirinya menjadi robot pekerja. Kreativitas seninya (kalau dia memang punya) telah patah atau bahkan mati. Ia tidak peduli karyanya dibilang bagus atau jelek. Yang penting selesai. Saya paham bahwa kreativitas seorang seniman yang masuk ke dalam sistem perusahaan menjadi tidak bisa bebas untuk menjadi dirinya sendiri karena ada aturan main perusahaan. Tapi hidup ini juga adalah sebuah dunia penuh dengan aturan main. Masalahnya apakah kita akan membiarkan aturan main itu membatasi kita?
Kalau jadi dia, saya akan malu menjadi desainer yang memiliki hasil seperti itu. Setiap karya saya adalah cerminan diri saya. Saya adalah brand dari produk yang saya luncurkan. Kalau seorang Dee sampai memiliki produk yang di bawah standar Dee, itu akan menurunkan reputasi seorang Dee.
Saya pernah mendengar percakapan di radio yang saya dengar tanpa sengaja ketika berbelanja di supermarket... (ibu-ibu banget ya... ^_^). Penyiarnya membacakan sebuah surat yang berisikan keluhan seorang pegawai yang merasa kreativitasnya tidak dihargai oleh tempatnya bekerja. Darinya, saya mendapatkan nasehat yang paling berharga pagi itu. Ingin tahu apa nasehat penyiarnya?
Jika Anda merasa tidak dihargai di tempat kerja Anda, buatlah diri Anda agar dihargai di tempat lain.
Artinya, jika sekarang Anda merasa tidak dihargai, bukan berarti Anda patah berkreativitas. Teruslah berkreasi. Teruslah mencipta sesuatu yang berbeda. Bila perusahaan Anda tidak menghargai Anda, itu adalah kebodohan perusahaan Anda, bukan Anda. Perusahaan Anda yang akan rugi kehilangan orang sekreatif Anda. Kelak, entah bekerja sendiri atau bekerja di perusahaan baru, Anda bisa membanggakan hasil kerja keras Anda.
Kerja keras, pada akhirnya, akan menemukan penghargaannya sendiri. Percayalah.