Tentang Kakak Pertama Yang Baru Pulang Dari Frankfurt
Alkisah, kakak pertama kami ini dikirim ke Frankfurt oleh yang mulia raja pemilik perusahaan ini untuk menghadiri Frankfurter Buchmesse alias Pameran buku Frankfurt yang jadi ajang pameran buku paling gambreng sedunia. Nggak sendirian sih. Alias dalam rombongan segaban yang konon sampai 39 orang itu. Huah bayangin.... ke sana kan tujuannya buat bisnis ama penerbit, tapi yang jalan orang segitu banyaknya. Udah gitu kebanyakan tim penggembira yang pengen jalan-jalan doank. Apalagi tim penggembira ini konon sungguh norak. Ngambil barang sample sebanyak-banyaknya ampe yang jaga bilang, "Just one, please. Just one."
Ngeliatin foto-foto kakak pertama yang melancong ke Frankfurt hingga London ini, gue jadi cemburu. Iyalah. Sapa juga yang gak jelous ngeliatin dia ada di London Tower Bridge, jalan-jalan di Frankfurt dan sebagainya itu. Kan pengen juga.....
Tapi di lain pihak, kalaupun gue ke luar negeri pengennya pergi ke luar pakai uang sendiri. Nggak perlu dibiayai perusahaan yang banyak minta timbal baliknya. Di sana gak perlu diatur-atur harus begini harus begitu. (Yah namanya juga rombongan kantor pasti di sana bakal dikomandoi oleh yang mulia raja juga....) Dan yang jelas kalo ke sana maunya acara senang-senang doang, gak soal bisnis.
Ah kemana ya pengennya. Pertama-tama gue pengen ke Afrika. Ngambil safari buat ngeliat cheetah. Terus juga gue pengen ke Yordania. Terus ke Venice, Italy. Terus juga ke London, Paris.... Madrid....ah....banyak banget....
Semoga suatu saat bisa terkabul keinginan ini...
posted by dee @ 10:14 PM
Monday, October 24, 2005
posted by dee @ 5:36 PM
Saturday, October 22, 2005 Apa sih susahnya menepati janji? Gue paling benci memulai hari dengan perasaan amarah di dada gue karena gue tahu perasaan sebel itu bakal ngerusak seluruh hari gue. Tapi pagi ini gue nggak bisa menghindarinya karena pagi-pagi gue udah ditipu orang. Gue mula-mula nggak ngeh. Tapi kemudian, saat sadar semua orang turun, mulai mencium rencana busuk kenek itu. Kenek-sialan-tukang-bohong-tukang-ngerusak-puasa-orang-dan-kabur- Gue dan dia sama-sama enak! Dia nggak nambah dosa hanya karena berbohong demi Rp 1.500,00 dan gue nggak bakal nambah dosa juga karena marah-marah. Lagipula ini bulan puasa, for God’s sake! Bagaimana kalau gue adalah nenek-nenek yang gak tahu daerah itu sama sekali? Bagaimana kalau gue udah gak punya ongkos buat ngelanjutin perjalanan? Itu jahat sekali! Itu analoginya sama seperti percakapan di bawah ini: Cewek : Do you love me? Cowok : I do. (Padahal dalam hati nggak cinta, tapi karena ada maunya bilang I do) Lalu di tengah perjalanan, setelah si cowok mendapatkan apa yang dia inginkan, seenaknya aja ngedump si cewek dengan alasan, "Jangan khawatir, masih ada cowok berikutnya." Oke. Mungkin menghubungkan masalah cinta dengan kejadian di bis agak sedikit berlebihan. Tapi ngerti maksud gue kan? Ini bukan masalah masih ada bis berikutnya, cowok berikutnya, atau apa. Ini masalah janji! Orang kalau sudah berjanji kan harus ditepati. Begitu kan aturan mainnya jadi manusia? Dan kalaupun pada akhirnya dengan alasan tertentu tidak bisa menepati, mintalah maaf dan berusaha menebus janji itu! Bukan seenaknya aja membuang orang dan kabur seperti maling jemuran dikejar massa satu RT!
posted by dee @ 7:08 PM
Tuesday, October 18, 2005
posted by dee @ 5:39 PM
Tuesday, October 04, 2005
posted by dee @ 10:32 AM
Sunday, October 02, 2005 Tadi malam, kegiatan yang sama terulang. Kali ini bukan karena sinetron yang tidak bermutu, tapi karena acara pertunjukkan musik di RCTI yang entah judulnya apa. Inipun bukan kegiatan yang disengaja, soalnya gue kebetulan lagi nonton the Apprentice, lalu iklan. Pas jeda iklan ini gue menyaksikan sesuatu yang membuat mata gue terbuka lebar. Hyde! Hyde-nya L'arc-en-ciel di RCTI! Tunggu dulu! *memincingkan mata* Itu bukan Hyde. Itu..... *hueeek....muntah* Ngapain ondel-ondel punk yang kayak Ivan Gunawan itu nyanyi ala Hyde? "J-Rocks, Mbak. J-rocks." Adek cowok gue, Dimas, yang lagi asyik bikin logo kampusnya buka suara. Gue pernah dengar J-rocks dari hasil perbincangan antar penggila J-rocks. Gue. Dimas dan adek cewek gue, Nanin. Tapi gue nggak menduga bakal mirip-mirip plek plek abis ama Hyde. Rambut punk yang pernah dipake di video klip LYNX, terus juga dandannya. Teganya mereka menodai kepolosan Hyde gue! "Yang gitar itu malah kayak Tetsu." Hueekkk.... gue malah makin pengen muntah aja, walau si Tetsu wannabe ini masih mending dibandingkan dengan Hyde wannabe. Mungkin akan ada yang bilang (atau mereka sendiri akan bilang... J-Rocks cuma terinspirasi ama musiknya L'arc-en-ciel) Terinspirasi? Gue nggak keberatan kalau mereka terinspirasi sama L'arc-en-ciel. Ratusan atau bahkan ribuan musisi di dunia ini saling memengaruhi (bukan mempengaruhi!). Nggak ada artis yang benar-benar original tanpa pengaruh musisi lain. Itu wajar-wajar aja. Tapi terinspirasi beda dengan mengopi dan beda banget sama merubah identitas diri loe menjadi band lain. Padi,misalnya, mengakui terus terang kalau musik mereka terpengaruh ama U2. Tapi mereka tidak berusaha untuk menjadi Bono atau bergaya ala Bono. Mereka bergaya sebagaimana diri mereka sendiri. Tapi dari penampilan J-Rocks yang gue lihat or at least, dari penampilan yang gue lihat, mereka nggak terinspirasi. Mereka mencoba menjadi L'arc-en-ciel, mencoba menjadi Hyde Indonesia. Bahkan lagu mereka saja terdengar seperti nyomot-nyomot bagian entah bagian lagu L'arc-en-ciel yang sama. Dan itu PATHETIC! Gue sama sekali nggak bangga ngeliat mereka. Musik mereka mungkin lumayan bagus. Suaranya si Hyde wanna be juga okelah. Tapi apa mereka nggak tahu, ketika orang melihat mereka, mereka tidak dipandang sebagai band dengan identitas sendiri, tapi sebagai band yang niru L'arc-en-ciel? "Siapa? J-Rocks? Oh yang bandnya nyontek L'arc-en-ciel itu ya?" Band. Nyontek. Kalau kamu menghargai arti originalitas, gabungan kedua kata itu adalah hal yang paling bikin mengerikan. Jangan pernah sampai ada orang yang mengatakan kamu menyontek karya orang lain. Have a nice day. Don't let me ruin your day.
posted by dee @ 6:43 PM
Dari Seorang Ibu di Metromini
Pada awalnya sih biasa saja. Pulang kantor, naik metromini yang alhamdulillah akhirnya dapat tempat duduk, menatap Jakarta di sore hari yang pengap, penuh asap dan mobil dan berharap adzan maghrib sudi datang setengah jam lebih cepat dari jadwal.
Lalu masuklah tokoh utama cerita kali ini. Seorang ibu muda, kurus, berambut pendek dengan anak laki-lakinya. Mereka duduk di bangku depan gue. Segalanya baik-baik saja sampai memasuki daerah macet total. Untuk membuat kondisi semakin parah, metromini di depan gue, membuang semua penumpangnya ke metromini yang gue naiki. Metromini langsung penuh sesak. Keringat mulai keluar, dahaga melonjak seratus kali lipat, pusing mulai melanda dan emosi semakin memuncak.
Mulai deh si anak gelisah. Dia berdiri dan melonjak-lonjak di pangkuan ibunya. Sama sekali merasa nggak nyaman. Nangis sih enggak, tapi gerak gelisah terus. Ibunya mulai kepayahan megangin anaknya yang udah ngebor kayak si Inul. Gerakan inulnya diperparah dengan aksi nyubitin emaknya. Apalagi metromini sama sekali gak gerak.
Kalau gue yang jadi ibunya mungkin udah gak sabaran. Mungkin udah gue gaplok tuh anak.
Tapi ibunya tidak bertindak demikian. Ibunya tenang sekali menghadapi kegelisahan anaknya. Berkali-kali cuma ngomong, "Iya. Sabar ya nak. Sebentar lagi turun. Tuh tuh liat ada bajaj."
Kalau anaknya mukulin lengannya, si ibu cuma berbicara, "Jangan ya, de. Ibu kan sakit dipukul."
Lalu metromini jalan dan situasi mulai tenang. Anaknya gak ribut lagi. Tapi macet kemudian datang lagi dan si anak mulai bertingkah. Nangis kali ini. Sekali lagi ibunya menenangkan anaknya dengan cara yang bikin gue takjub, "Adek bilang dong sama supirnya... Adek..."
Sambil nangis anaknya ngikutin, "Adek..."
"Ingin cepat ketemu ayah. Abang cepat dong."
"I-ingin cepat ketemu ayah. Abang...abang cepat..."
Gue jadi berpikir. Mungkin dulu gue seperti bocah itu kali ya. Seenaknya sendiri dan bikin orang tua susah. Ah seorang ibu memang luar biasa kesabarannya. Gue belajar makna kesabaran hari ini. Semoga bisa sesabar ibu itu kalau sudah jadi ibu-ibu.
Tentang Janji
Kenek-sialan-tukang-bohong-tukang-ngerusak-puasa-orang: "Iya. Naik, mbak. Naik."
terbirit-birit: "Naik berikutnya aja."
Duh Malesnya
Males.
Benar-benar males buat ngapa-ngapain.
Baca males. Nonton males. Belanja males. Nulis apalagi. Mungkin bentar lagi males hidup. huahhh.... *narik napas panjang*....
Habis kayaknya gak ada sesuatu yang menarik untuk dikerjakan.
Gue merasa aneh sendiri. Padahal naskah yang terakhir ini gue udah tahu tokohnya, udah nentuin plotnya, settingnya, hasil riset kecil-kecilan juga ada... paling cuma endingnya aja yang belum ketemu, tapi biasanya itu gak masalah karena nanti juga ketemu.... tapi entah kenapa mualesnya nggak ketulungan buat nulis. Untuk nyeret badan dan nyeret tangan ke atas keyboard itu kayaknya berat banget.
Ada beberapa hal sih yang mungkin menurut gue jadi penyebabnya.
Tentang Hadiah dari Fans
Sebuah kotak besar, dibungkus kertas kado bermotif kucing dan dibungkus dalam kantong plastik hitam tergeletak di meja gue.
Tentu aja gue langsung mak deg!
Orang hari ini rencananya gue dan temen-temen gue ngasih hadiah buat si putsky yang baru aja ulang tahun, kok malah gue yang nerima hadiah.
Pikiran gue langsung melayang-layang.
Hmm... Apakah gue sudah mendapatkan fans bahkan sebelum novel perdana gue jelas nasibnya? Sudah sehebat itukah gue? Atau selama ini gue memang hebat tapi tidak menyadarinya?
Apakah diam-diam gue memiliki pengagum gelap? Pengagum yang diam-diam memuja gue dari jauh? Mungkinkah dia ganteng?
Atau jangan-jangan ini malah kado nyasar? Tapi tunggu dulu. Gue langsung ngecek alamat tujuan kado. Bener kok buat gue.
Hueee??? Gue makin deket-deket dan sedikit paranoid. Darimana dia tahu ini meja gue? Apa jangan-jangan dia malah psikopat? Jangan-jangan kalau gue tolak, dia malah makin gila?! Tapi gimana kalau dia ganteng kaya Cillian Murphy?
Saking kebanyakan mikir, gue malah nggak ngebuka kado itu. Takutnya malah begitu dibuka, kado itu bakal meledak. Atau lebih parah lagi, gue menemukan kucing mati di dalamnya. Lebih baik gue ngurusin upacara pemberian kado buat Putsky aja.
Setelah upacara selesai, gue kembali memikirkan kado ajaib itu. Kali ini temen satu divisi gue udah mulai mempertanyakan apa isinya. Ya udah, akhirnya gue melakukan penelitian yang lebih mendalam lagi. Dan ternyata ada nama pengirimnya.
Sialan.
Ternyata dari penulis gue.
Dan isinya bukan hadiah, tapi materi yang gue minta.
Anjrit.
Udah berkhayal macem-macem dapetnya malah materi kerjaan.
Nggak lama penulis lain yang baru datang dari luar kota datang ke divisi gue. Ternyata kado itu berasal dari dia, titipan dari temannya.
"Mbak, itu kirimannya pak **** udah diterima?"
*Masang senyum digede-gedein biarpun dalam hati lagi jengkel*. "Sudah, Pak."
Moral of the story:
Biar gak kege-eran duluan, please cek bagian bawah barang kiriman. Di situ biasanya dituliskan nama pengirim. Tapi hal ini gak berlaku kalau barang kiriman berbau bangkai atau berbunyi tik tok tik tok. Dalam kasus ini, lebih baik panggil Tim Gegana saja walau mungkin pada akhirnya, loe ternyata mendapat kiriman jam weker dari kampung.
Nyontek!