Dua Manusia, Tiga Bayi Kucing, dan Tiga Peri Kucing yang tidak berguna.
Di suatu minggu siang yang mendung di sudut Jakarta, terdengar suara miaw yang panjang dan lirih. Begitu pelan, hingga nyaris tak terdengar. Hanya telinga sensitif para peri kucing saja yang bisa mendengarnya. Maka saat malam turun, turunlah juga tiga peri kucing dari khayangan para kucing ke bumi(*). Debu-debu peri yang berkilauan dari kepakan sayap mereka mengiringi langkah mereka yang ringan hingga akhirnya mendarat di atas tanah.
Kemudian, ketiganya mulai menari dan bernyanyi.
"Oh, wahai kucing manis yang kecantikannya memancar ke seluruh dunia, di manakah engkau berada?" tanya peri kucing yang berwarna putih. Dia baru dua hari bekerja, jadi wajar kalau sedikit dramatis.
Yang berbulu tiga warna terbang berkeliling dan mengenyitkan dahinya. "Kok di garasi begini? Yakin gak salah alamat?"
"Lah meongannya berasal dari sini, kok," balas peri kucing hitam. "Lagipula apa salahnya lahir di garasi?"
Si bulu tiga warna. "Semua kucing itu harusnya lahir di dalam rumah, tahu. Bukan di garasi seperti ini! Hanya anjing dan tikus yang lahir di garasi seperti ini!"
Sang peri kucing putih tidak memerdulikan kedua rekan kerjanya. "Oh kucing manis... di mana eng..." Mata kucing putih itu tertumbuk pada tumpukan hitam tepat di bawah mobil tua dan membesar, " Aaaarggghhhh! Mereka ada di bawah mobil!"
"Apa?"
Ketiganya memandang mobil tua gallant berwarna biru itu. Mereka sama sekali tidak menduga akan menghadapi situasi seperti ini. Mereka sudah pernah menghadapi kucing lahir di bawah jembatan, atau di dekat tempat sampah, tapi di bawah mobil tua?
"Gimana caranya masuk?" Wajah si kucing putih menjadi cemas.
"Udah nembus aja. Kita kan makhluk halus." Yang berbulu hitam bersiap-siap masuk, tapi keburu ditarik si tiga warna.
"Enak aja! Terus badan gue nembus mesin-mesin tua bau oli, gitu! Ih, ngebersihinnya susah, tahu. Itu minyak! Ntar gue disuruh mandi lagi. Nggak mau!"
Saat sedang sibuk membicarakan strategi memberikan berkat tanpa harus terkena oli, mendadak muncul dua manusia berjenis kelamin perempuan dengan membawa kardus dan senter di tangan. Dengan cepat keduanya mengintip ke bagian bawah mobil.
"Ada dua! Bukan cuma satu!"
"Apaan dua? Ada tiga! Dua hitam, satu belang tiga."
"Aduh, gimana ngambilnya? Pas di bawah mesin, lagi! Kalau dibiarin ntar kelindes mobil, lagi!"
Kedua perempuan manis itu saling memandangi.
"Panggil dulu emaknya. Loe sorotin, ya. Gue ambil dari sini."
Ketiga peri kucing itu memperhatikan kedua manusia itu sibuk menarik anak kucing dari bawah mobil. Tidak mudah memang karena si induk malah mengambil kembali anaknya yang sudah dipindahkan. Tapi akhirnya, mereka berhasil menempatkan induk dan anaknya ke dalam kardus.
Ketiga peri itu tersenyum senang. Kalau begini kan pekerjaan mereka bisa jauh lebih bersih. Sembari memandangi ketiga bayi kucing yang masih terlelap itu, mereka memberikan berkat mereka.
"Kuberikan engkau sembilan nyawa." kata peri kucing yang memiliki bulu hitam legam. Ia mengayunkan tongkatnya dan debu-debu berwarna hitam bertaburan di atas bayi-bayi itu.
"Kuberikan engkau berkatku agar berhasil menguasai dunia." kata peri yang memiliki bulu tiga warna. Debu-debu berwarna putih, hitam, dan kuningpun berhamburan.
"Kuberikan engkau do'a agar semua manusia... hey, tunggu dulu." teriaknya saat kedua gadis manis itu mengangkat kardus itu. "Aku belum selesai kerja! Ntar aku dipecat, lagi!" Dengan susah payah ia terbang mengikuti langkah manusia itu dan menyelesaikan berkatnya, "...semua manusia mencintaimu."
Kedua manusia itu sama sekali tidak peduli. Apa ketiga peri kucing itu tidak tahu bahwa semua kucing memang sudah terlahir demikian sejak lahir? Sama sekali nggak berguna. Lain kali, bawa whiskas kitten aja ya, peri!
(*) Kenapa malam? Soalnya kalau siang, debu perinya nggak kelihatan. Kan kurang kerennya jadinya.