Sang Kucing dan Dua Bidadari
Ia tidak pernah mengerti mengapa ia diacuhkan padahal sejak kecil ia sudah berada di sana. Ia ikut menjaga agar rumah tetap ramai dengan 'meong'annya dan gedubrakannya di atas loteng. Ia sudah menjalankan tugasnya sebagai kucing. Tapi kenapa setiap kali ia minta makan, ia hanya mendapat teriakan, "Hush! Hush!" dan setiap kali kakinya menyentuh permadani di ruang tengah, ia mendapat lemparan bakiak. Apa dosanya?
Penderitaan kucing jantan hitam putih itu lebih dalam daripada gabungan derita bawang putih, cinderella, dan semua pemeran wanita yang tertindas di sinetron Indonesia hingga akhirnya datanglah dua bidadari.
Pertemuan pertama dengan dua bidadari itu terjadi tanpa di duga-duga. (Lagipula semua pertemuan dengan bidadari tidak terduga, kan? Memangnya Lala pernah janjian sebelum akhirnya bertemu dengan Ibu Peri? Memangnya Dan pernah janjian ketemu Luna Maya, eh si putri duyung?)
Awalnya kucing jantan itu tengah berjalan-jalan di atas atap ketika mendadak dua makhluk cantik tersenyum dan mengulurkan jari mereka pada dirinya
"Puss...puss...sini puss...."
Kucing jantan itu terpana. Mereka berbicara pada dirinya?
Ia tidak yakin. Sudah terlalu lama orang tidak peduli padanya.
Tapi senyum kedua bidadari itu semakin merekah. Tangan mereka terulur. Mungkin mereka membawa makanan. Mungkin mereka mau menggaruk lehernya yang gatal. Tanpa terasa keempat kakinya berjalan menuju kedua bidadari itu.
"Ah, lucu banget!"
"Kasih nama, mbak. Kasih nama.."
Nama? Ah, makhluk malang itu baru saja teringat kalau ia tidak punya nama.
"Renji, ya. Renji. Renjii....."*)
Huh?
"Nggak respon." kata salah satu bidadari itu kesal. "Keberatan nama, kali!"
Kedua bidadari itu berpikir sesaat hingga akhirnya mereka sampai pada satu keputusan.
"Ichigooo... "**)
Kucing jantan itu mulai menoleh. Senyum kedua bidadari itu kembali merekah.
Lalu mereka memulai hari-hari yang menyenangkan. Mendadak, Ichigo merasa seperti di surga. Kedua bidadari itu mengurus dirinya sepanjang hari. Kadang-kadang mereka membawanya masuk ke dalam kamar. Kadang-kadang mereka membawakan dirinya potongan tulang dari opor. Apalagi yang dibutuhkan seekor kucing daripada makanan dan garukan di punggung? Ichigo ingin hidup seperti ini selamanya.
Tapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Mendadak saja kedua bidadari itu menghilang di suatu pagi yang cerah. Ichigo tidak mengerti. Mengapa bidadari itu pergi? Apakah ia berbuat kesalahan? Apakah karena ia tidak mau lagi makan nasi kucing yang lebih banyak nasi daripada ikannya?
"Kamu ngapain di sini!" Mendadak terdengar sebuah teriakan diikuti hentakan kaki. "Keluar sana! Hush! Hush!"
Ichigo sungguh tidak mengerti mengapa mereka pergi.Tapi satu hal yang Ichigo mengerti, pikirnya sambil berlari dalam gerakan lambat dan menitikkan air mata. Dunia ini memang kejam.
***
"May, tahu nggak. Pas liburan kemarin gue ketemu kucing di tempat nenek gue. Tebak namanya siapa?"
"Renji, kan?"
"Maunya sih gitu, tapi dianya nggak respon."
"Terus sapa namanya?"
"Ichigo."
"Puh! Ketebak banget."
"Pantes kok, Dee. Lebih pantas daripada nama Renji."
"May..."
"Apa?"
"Jadi kangen sama Ichigo."
Note:
*)Renji Abarai adalah tokoh terpenting di dalam komik Bleach, menurut Dee. Penuh semangat, pemberani, sedikit arogan, seenaknya sendiri, sedikiiit bodoh dan selalu ingin menendang pantat atasannya sendiri. Nggak bagus kalau pakai yukata putih kembang-kembang ataupun pembalut (perban, Dee! perban!) putih segede gaban. Nama Renji bisa berarti pakar, kompor, ataupun duri dalam cinta. Dee cenderung percaya penulisnya berniat mengambil arti kompor.